Senin, 26 September 2011

~* Takdir ILLAHI *~

.......... "Saya terima nikahnya Nurzairina binti Suryo dengan mas kawin yang telah tersebut dibayar tunai!"

Dengan sekali lafaz, Zairina sudah sah menjadi isteri dari Muhammad Habibi.
Habibi menghampiri Zairina yang duduk bersimpuh.
Dia mengulurkan tangannya dan disambut oleh Zairina.
Sebuah kecupan lembut hinggap di dahi Zairina. Sebuah kecupan suci dari seorang suami untuk seorang isteri yang baru dinikahi.

"Akan aku didik engkau menjadi seorang istri yang soleha Zairina,"hati kecil Habibi berbisik.

"Assalamu 'alaikum... "ucapan salam yang lembut menyadarkan Zairina dari lamunan. Lantas dia bangkit dari pembaringan. Habibi menghadiahkan senyuman lembut.
"Wa 'alaikum mussalam..." tergagap Zairina menjawab.

Habibi menanggalkan kostum pengantinnya dan meletakkan di dalam lemari. Kaos dalamnya juga dicabut satu persatu.
Zairina yang hanya memperhatikan, menelan air liur. Dadanya berpalu hebat. Darahnya mengalir cepat.

"Mas mau mandi dulu. Sudah hampir Maghrib. Nanti kita shalat berjama'ah ya," Habibi berpesan dan hilang ke kamar mandi.

Zairina hanya mengangguk reflek sambil terus ternganga memandang Habibi.

Selesai shalat Maghrib berjamaah, mereka bersama-sama membaca Surah Yasin hingga menunggu waktu Isya'. Hati Zairina dapat merasakan ketenangan mendengar suara serak basah Habibi mengalunkan kalimat suci itu. Habibi memang pandai mengaji. Maklumlah, lulusan dari Universitas Al-Azhar.

Azan berkumandang tanda Isya' sudah tiba. Yasin di tangan diletakkan kembali di tempatnya, dan suami isteri itu mulai mendirikan shalat Isya'.

Usai shalat, Habibi mengulurkan tangannya dan Zairina menyambut.
Sebuah kecupan hangat hinggap di dahi Zairina.
Itu kecupan kedua selepas pernikahan tadi. Kalau tadi, Habibi tidak mengulurkan tangannya karena khawatir batal lantaran masih punya wudlu dan akan melaksanakan shalat Isya'.

Zairina membuka mukenahnya. Sedangkan Habibi, melipat sajadah dan menukar baju shalatnya dengan t-shirt di hadapan Zairina. Zairina tersipu malu menatap-nya, lantas memalingkan wajahnya dari melihat Habibi. Habibi menoleh istrinya yang tersipu malu. "Perasaan itu...ah, isteriku..." batin Habibi.

Zairina jadi canggung. "Aduh... mengapa jadi salah tingkah begini..." Zairina membatin. Begitu pula halnya dengan Habibi, ia pura-pura sibuk membersihkan kaca matanya yang kebetulan berembun. Sebelum benar-benar sadar dan keluar dari kamar itu.

Zairina memutuskan untuk keluar kamar dalam bingungnya. Malu bercampur senang. Rasa cinta yang berkecamuk bergemuruh di dada Zairina. Tak kuasa rasanya berlama-lama dengan Habibi. Bisa copot jantung ini ditatap lama oleh lelaki gagah pujaan setiap wanita. Zairina berdiri dan bermaksud keluar untuk menenangkan hati. Sebab rasanya ia masih belum percaya benar bahwa dirinya baru saja melangsukan pernikahan dengan lelaki tanpan yang belum pernah ia kenal sebelumnya. Tiba-tiba Habibi menarik lengan Zairina. Ya Allah... jantung Zairina kini benar-benar serasa copot.

Perlahan, Habibi menarik tubuh Zairina menghadap tubuhnya. Pinggang Zairina dirangkul rapat ke tubuhnya. Nafas Zairina terasa sesak dan hanya mampu tertunduk memandang lantai.

Tangan kanan Habibi diletakkan ke atas ubun-ubun Zairina. Terdengar mulut Habibi berdesah membaca do'a jima.
Zairina hanya menutup mata. Hatinya bergemuruh. Tanpa sadar, ia menolak dada Habibi sekuat hati hingga suaminya terlepas dari pelukannya.

"Ma... ma... af... saya belum bisa dan saya belum bersedia melakukan itu," Zairina memohon. Air matanya menganak sungai dan berderai membasahi pipinya yang lembut.

Habibi terdiam. Dia mencoba menghampiri Zairina namun tetap saja Zairina mengelak.

"Tolong! Jangan dekati saya. Saya takut... Jangan !!!" Zairina sudah meraung-raung. Habibi termangu.

"Zairina... Demi Allah. Mas takkan mengganggu Zairina. Rilex... tenang... Tarik nafas sayang. Tarik nafas," Habibi mencoba berdiplomasi. Zairina yang mendengar, perlahan lahan kembali tenang.

Habibi menghampiri Zairina. Dia membawa Zairina duduk di sisi tempat tidur. Zairina hanya diam tanda dia percaya Habibi tak akan melanggar janjinya.

"Mas... saya minta maaf," perlahan Zairina membuka suara. Habibi hanya tersenyum. Tangan kanan Zairina digenggam dan dielus lembut.

"Kita menikah tanpa saling mengenal terlebih dahulu. Orang tua kita telah merencanakan sesuatu sehingga saya dan mas dinikahkan atas kehendak mereka. Dan kita sebagai anak yang sholeh, hanya menurut. Saya memang terkejut dengan semua ini saya masih belum bersedia mas berada sekamar dengan saya.
Saya... hanya melaksanakan kewajiban sebagai muslimah untuk shalat," Zairina tak dapat meneruskan kata-katanya.

"Mas faham Zairina. Mas faham itu. Sebelum Mas, apakah Zairina sudah ada pilihan sendiri?" Habibi menuturkannya hati-hati.

Zairina menggeleng. "Demi Allah... tak ada lelaki lain yang pernah menaklukan hati saya. Saya hanya serahkan cinta saya pada suami saya. Tapi sekarang... saya memerlukan waktu untuk mencintai Mas dan menyerahkan jiwa raga saya. Saya harap Mas faham."

"Mas tak akan paksa Zairina kalau betul Zairina tidak bersedia. Mas tidak ingin semua perbuatan itu terjadi tanpa kerelaan Zairina. Mas ingin Zairina rela dan hubungan ini diridhai Allah. Mas akan menunggu berapapun lamanya," Habibi tersenyum. Senyuman itu membuat Zairina serba-salah.

"Terimakasih Mas," Zairina coba tersenyum merki terasa pahit. Sebenarnya, Zairina bukan tak bersedia melaksanakan tanggung jawabnya sebagai isteri, tapi dia takut dibayangi kenangan masa silam yang sering menghantuinya. 
Bayangan yang sangat menakutkan....

Zairina terbangun dari tidurnya. "Mimpi itu datang lagi! Ya Allah... sampai kapan hamba akan terus dihantui mimpi seperti ini?" Tangan Zairina menutup wajahnya yang basah oleh keringat. Wajahnya nampak pucat dan nafasnya tersengal-sengal. Sejenak matanya memandang ke sebelah, tapi tak ada sosok suaminya. Kemana mas Habibi? Kepalanya berputar mencari sang suami.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Habibi keluar dengan bertelanjang dada. Zairina memalingkan wajahnya. Uffffft... malu.

"Zairina sudah bangun? Sekarang baru pukul 3.00 pagi. Mas mau shalat sunah. Apa Zairina mau ikut? Ayo kita shalat berjamaah," ajak Habibi sambil mengenakan sarung dan baju koko. Zairina mengangguk.

Zairina segera bangun menuju kamar mandi dan berwudlu. Awalnya ia ingin mandi, tapi karena merasa dingin, diurungkan niat tersebut. "Agaknya mas Habibi sudah terbiasa mandi di pagi buta seperti ini," batin Zairina.

Mereka pun menunaikan shalat sunat Tahajud, Taubat dan Hajat. Subhanallah... batin Zairina tentram, terlebih mendengar ayat-ayat Al-Qur'an yang dilantunkan suaminya.

Usai shalat, mereka pun mengaji bersama sambil menunggu waktu Subuh. Surah As-Sajadah dan Al-Mulk menjadi pilihan Habibi, sementara Zairina hanya menurut.

Saat azan shubuh berkumandang, pasangan suami istri ini shalat berjamaah. Dan seperti semalam, sebuah kecupan mesra hinggap di dahi Zairina.

"Kalian sudah bangun?" Ibu Halimah menegur. Habibi hanya tersenyum. Zairina pun segera menyunggingkan senyum dan membantu sang mertua menuangkan air.

"Habibi kan memang biasa bangun pagi, bu..." Habibi menjawab.

"Biasanya memang begitu. Tapi sekarang kan beda. Biasanya pengantin baru, bangunnya suka siang," ibu Halimah tersenyum menggoda menatap wajah Nurzairina. Kontan wajah Nurzairina memerah menahan malu demi mendengar ledekan mertuanya.

"Sudah siap sarapannya?" tiba-tiba Haji Ali muncul.

"Sudah Yah. Ayah terlambat datangnya. Pengantin baru ini lebih cepat!" bu Halimah melanjutkan gurauannya.

"Ha ha ha... sudah bu, jangan diledek terus. Kasian tuh Zairina, wajahnya sudah merah smua, "Haji Ali tertawa renyah.

Zairina makin kikuk dan salah tingkah, sementara Habibi hanya senyum-senyum menyaksikan isterinya yang nampak gugup.

"Mmmmh... bu, biar Zairinah panggik dik Haikal dan dik Nabila turun untuk sarapan." Zairina mencoba mengalihkan pembicaraan.

Namun belum sempat Zairina beranjak, Haikal dan isterinya yang masih berada di tangga, sontak berkomentar.

"Eh... Kak Zairina. sudah bangun. Biasanya pengantin baru bangunnya paling siang," canda Haikal disambut senyum isterinya.

Wajah merah Zairina yang tadi belum lagi hilang, nampak makin merah menahan malu. "Duh... tadi bapak dan ibu yang meledek. Sekarang malah Haikal dan isterinya," batin Zairina.

"Sudah... sudah ayuk kita sarapan. Nanti keburu siang. Kalian kan harus segera berangkat kerja," potong bu Halimah.

Sarapan di keluarga tersebut pun berlangsung hangat, meski dengan tingkah Zairina yang kikuk lantaran diledek sang mertua dan adik iparnya.

Usia pernikahan Zairina dan Habibi telah memasuki bulan ketiga. Zairina merasakan hidupnya seolah lengkap bersama Habibi. Lelaki yang menjadi pujaan hati setiap wanita ini memang pandai menarik hati dan menyenangkan Zairina. Sebulan pasca pernikahan, Habibi membawa Zairina ke rumah baru mereka, sebuah kondominium yang lumayan megah. Namun, ada satu hal yang masih mengganjal benak Habibi, sang isteri belum mau diajak tidur bersama.

Dengan berbagai alasan, Habibi mengutarakan keberatannya. Bahkan ia berjanji, tak akan menyentuh Zairina tanpa seizinnya. Akhirnya Zairina pun mengalah. Dan Habibi tak pernah memungkiri janjinya. Cuma sesekali, kadang Habibi bersikap manja. Tapi Zairina tidak marah. Malah tak jarang ia senyum-senyum sendiri melihat tingkah suaminya.

Satu hal yang paling Zairina suka dari Habibi adalah perhatiannya yang besar terhadap persoalan agama. Ia sangat memperhatikan shalat Zairina dan kerap mengajak shalat berjamaah. Sekiranya ada hal yang tidak Zairina faham, dengan senang hati Habibi akan menjawab semua pertanyaan tersebut.

Meski terlihat bahagia namun jauh di kedalaman lubuk hatinya, Zairina menyimpan sebuah rasa. Rasa bersalah teramat dalam kepada suaminya. Ya, Zairina merasa berdosa karena telah membohongi Habibi. Selama 3 bulan mengayuh biduk rumah tangga, Zairina sama sekali tak memiliki rasa cinta. Tapi meski begitu, ketika Habibi harus bertugas keluar kota, kadang muncul juga rasa rindu di hatinya. Inikah tanda kalau bibit cinta itu mulai bersemi? Zairina pun tak faham. Yang ia tahu, ia sama sekali ta ingin di sentuh oleh Habibi.

Semua itu berasal dari masa silam, sekitar 8 tahun yang lampau. Zairina nyaris diperkosa oleh pamannya.
Beruntung, Zairina dapat menyelamatkan diri. Namun mimpi buruk akan kejadian itu selalu membayangi tidurnya. Ia sangat trauma dan takut andainya mimpi tersebut akan menjadi kenyataan, itulah sebabnya, ia sama sekali tak ingin disentuh laki-laki.

"Sayang..." suara yang dirinduinya itu menyadarkan Zairina dari lamunan. Cepat-cepat ia memalingkan wajahnya ke belakang.

Habibi menghampiri Zairina.
"Besok mas dapat tugas keluar kota selama 2 hari."

Zairina terdiam. "Minggu kemarin mas kan sudah pergi, apa tidak ada orang lain yang bisa menggantikan?" ucap Zairina setengah protes.

Habibi tersenyum. "Ini sudah resiko kerja mas, sayang. Sayang kangen ya kalau mas pergi?" goda Habibi.

Zairina geleng mencoba menutupi malu. "Nggak mas, bukan itu. Ya sudah, mas mandi dulu. Biar nanti malam Zairina siapkan pakaian mas."

Zairina menarik nafas panjang. Terasa sangat sepi rumah besar ini, tanpa adanya Habibi sang suami tercinta. Meski baru sehari ditinggal, tapi rasanya Habibi sudah pergi berbulan-bulan. Terbayang lagi di benak Zairina kelembutan dan perhatian Habibi kepada dirinya, meski selama ini Zairina belum bisa berbuat seperti halnya seorang istri yang baik.

Ting tong... bel rumah tiba-tiba berbunyi, menyadarkan lamunan Zairina.

Cepat-cepat dia membuka pintu, berharap kalau Habibi pulang cepat. Namun yang muncul di pintu rumahnya bukan sosok yang dinanti, tapi sosok lain yang membuat Zairina sangat terkejut.

"Firda!" Zairina setengah teriak lalu memeluk sosok yang berdiri mematung di depan pintu rumah.

"Kamu kemana saja? Sudah lama aku ingin bertemu kamu. Sejak aku menikah, kamu tidak pernah lagi menghubungi atau main kesini," Zairina menyerbu Farida dengan beragam pertanyaan.

Firda tersenyum tawar. "Yah kamu tahu deh. Aku sibuk. Anak-anakku tidak ada yang merawat. Suami aku juga sibuk dengan pekerjaannya." Zairina hanya diam.

"Za...." Firda mengankat wajah Zairina yang tertunduk.

"Suami kamu keluar kota lagi ya?"
Pertanyaan Firda barusan membuat Zairina terkejut.

"Kamu tahu?"
Sekali lagi senyuman tawar Firda muncul. Ia pun lantas mengambil sebuah amplop dari tas tangan yang dibawanya.

"Foto ini diambil oleh suamiku dengan menggunakan HP nya. Aku sudah mencetaknya. Kamu lihat siapa yang ada di foto itu." Firda menyerahkan amplop berisi foto yang dipegangnya.

Wajah Firda berkerut. Ia sangat penasaran, apa sebabnya Firda menyerahkan amplop itu kepada dirinya.
Dengan perlahan ia membuka amplop dan mengambil foto-foto di dalamnya.
Tiba-tiba air muka Zairina berubah. Tanpa bisa dibendung, air mata menganak sungai di ujung kelopak matanya.

"Mas Habibi! Sampai hati dia berbuat seperti itu," Zairina meremas foto-foto tersebut.

"Aku serba salah ingin cerita soal ini padamu Za. Tapi kamu sahabatku. Aku... Aku...

"Ssssttt..." Zairina memotong kata-kata Firda.
"Kapan foto-foto ini diambil?"
"Bulan kemarin. Lihatlah perut wanita itu, sudah besar. Aku menduga dia sedang hamil 7 bulan. Kamu dan Habibi baru menikah 3 bulan.
Aku tak tahu apa yang terjadi, rasanya wanita itu simpanan Habibi," ucap Firda.

Zairina hanya bisa menelan air liurnya. "Terima kasih Firda. Kamu sudah memberi kabar ini kepadaku."
Lagi-lagi wajah Zairina tertunduk.


Habibi memperhatikan sikap isterinya yang terlihat agak berbeda.
"Kenapa sayang? Hari ini dirimu nampak berbeda. Tak mesra seperti biasanya. Apa kamu sakit?" tangan Habibi mendarat di dahi Zairina yang sedang menonton TV.
Zairina menepis tangan Habibi. Habibi tak hilang akal. Ia pun duduk di samping istrinya dan bersandar pada tubuh Zairina.

"Bisa tidak mas menjauh sedikit? Panas!" ketus Zairina.
"AC nya kan sudah dinyalakan. Apa kurang dingin sayang?"
"Sudahlah, ga perlu pakai sayang-sayang!" Kali ini nada Zairina mulai meninggi. Dia pun melangkah masuk ke kamar. Tak lama kemudian, dia keluar sambil membawa foto-foto yang diberikan Firda. Foto-foto itu pun dilempar di atas meja.

Habibi menyaksikan dengan seksama foto-foto yang berserakan itu.
Tak lama kemudian, ia pun berucap lembut. "Mas bisa jelaskan sayang."

"Silahkan! Mas sudah menikah dan punya istri sebelum menikah dengan aku kan? Jujur saja mas, ga usah bohong," Zairina setengah berteriak.

Habibi cuma menggeleng.
"Bukan sayang, bukan. Ini salah faham."

Air mata Zairina tak terbendung lagi.
"Penipu!" bentaknya.
Setengah berlari ia meninggalkan Habibi menuju lantai atas. Habibi coba mengikuti di belakang.

Zairina memandang sendu. "Sampai hati mas menipu Za. Kenapa sejak awal mas tak bilang terus terang? Kenapa mas? Kenapa?" Air mata Zairina mengalir tanpa dapat ditahan.

Habibi mendekati Zairina dan lantas memeluk tubuhnya dari belakang. "Sayang wanita itu bukan isteri mas, bukan." Zairina hanya diam. "Dia memang istimewa bagi mas, tapi dia bukan isteri mas."

Zairina berusaha mencerna maksud kata-kata suaminya. Istimewa? Bukan isteri? Mengandung? Wanita simpanan!

Tanpa sadar dan dengan gerak reflek, Zairina melepas pelukan suaminya dan berbalik sambil mendorong tubuh Habibi. Habibi yang tidak siap, tak mampu menguasai tubuhnya dan terhuyung ke belakang hingga menerpa pagar pembatas balkon. Tanpa ampun, tubuh Habibi pun melayang. Jeritan Habibi menyadarkan Zairina.

Aaaaaaaahhhh...... Bugggghhhh!

Dari atas balkon, Zairina memandang ke bawah. "Ya Allah! Maaaaaaas.......! 

Zairina segera menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Air matanya merembes tak terbendung. Sampai di bawah, dilihatnya Habibi tengah menggelepar, meregang nyawa. Darah keluar dari mulut dan hidungnya.

"Maaaas...!"
"tubuh Habibi segera dipangku. Sementara Habibi hanya bisa megap-megap.

"Maaas.., Maafkan Za, mas. Za tak sengaja," Zairina mengusap muka Habibi yang sudah bersimbah darah. Habibi berusaha membuka matanya. Tangannya mencoba menggapai Zairina.

"Percag... ya... yalah Za," nafas Habibi tersengal-sengal.

Zairina menggeleng. "Za tahu, mas. Za tak ingin mas mati. Za juga sayang mas!" Zairina membalas.

Habibi tersenyum. "Allahuu... Akbar..." perlahan mata Habibi mulai tertutup rapat. Tangan Zairina dapat merasakan tubuh Habibi kaku. Ditekannya dada suaminya. Tak ada denyutan detak jantung.
"Massss!!!!!!!!!!!!!"
Bersamaan dengan itu, hujan turun membasahi bumi.

*****
Kuburan Habibi basah disimbahi air. 
Pandangan mata Zairina nanar, menatap tanah merah yang menimbun jasad suaminya. Para pengantar jenazah telah pergi hanya Zairina yang masih tetap disitu. Berharap adanya keajaiban, kalau ia dapat menemani suaminya.

"Semua ini salah Za, mas. Semua salah Za! Kalau Za tak mendorong mas, pasti mas ta akan jatuh. Za salah, mas. Za bukan isteri yang baik. Za tak percaya sama mas..." suara Za terdengar parau.

Sekarang barulah Zairina tahu, kalau wanita di foto tersebut adalah isteri kedua adi Habibi. Tak seorang pun tahu kalau adik Habibi beristeri dua kecuali Habibi.
Habibi memang pernah mengantar adik iparnya yang sedang mengandung tersebut untuk periksa ke dokter kandungan. Tapi itu pun cuma sekali.

Kini tak ada yang bisa dilakukan Zairina, selain menyesali kebodohannya.
Selama 3 bulan, ia bukanlah isteri yang baik. Ia tak memenuhi hak suaminya dan hanya mementingkan diri sendiri.

Zairina tak dapat memaafkan dirinya. Semua kesalahannya sendiri.

Tak ada lagi canda manja Habibi.
Tak ada lagi peluk cium sang suami.
Tak ada lagi yang membangunkannya untuk tahajud dan shalat shubuh berjamaah.
Takdir telah ditetapkan...
Takdir milik Allah...
Dan Zairina terus meratapi kesalahannya...

( S E L E S A I )

♫•*¨*•.¸ﷲ¨* ♫♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥♫•*.¸¸ﷲ•**•♫

.╔Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ ♥♥♥♥
║║╔═╦╦╦═╗♥ SALAM SANTUN UHIBBUKUM FILLAH ♥
║╚╣║║║║╩╣.♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥ (✿◠‿◠✿)
╚═╩═╩═╩Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ ♥ღ ♥ ♥KEEP ISTIQOMAH ♥♥♥
.¸.•´¸.•*¨) ❤Praise be to Allah, May Allah Blessing Us, 
(¸.•´ (¸.•´♥♥ Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin ♥♫♥♫
•*¨*•.¸ﷲ¨* ♫♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥:::♥::
♥♫•*.¸¸ﷲ•**•♫ 

LOWONGAN KERJA ONLINE INPUT DATA

 
  1.  Kerja System Online
  2.  Penawaran Bonus Gaji Pokok 2 Juta/Bulannya 
  3.  Pekerjaan Hanya Mengumpulkan dan Menginput Data yang disediakan program Secara Online,  Per-Input dapat  komisi  Rp. 10.000, - Bila Sehari Anda Sanggup Menginput 50 Data Maka Gaji  Anda 10RbX50Data=500Rb  Rupiah/Hari. Dalam 1 Bulan   500RbX30Hari=15Juta/Bulan.
  4.  Untuk Semua Golongan Individu Pelajar/Mahasiswa/Karyawan/Siapa saja Yang Memiliki Koneksi  Internet, Dapat  Dikerjakan   dirumah/diwarnet.
  5.  Mendapatkan Gaji 200Rb Didepan Setelah Pendaftaran Untuk Semangat Kerja Pertama Anda.
Cara Pendaftaran : Kirimkan Nama & Alamat Email anda MELALUI WEBSITE dibawah ini
Maka Demo dan Konsep kerjanya selengkapnya langsung kami kirimkan ke alamat web tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar