Jumat, 19 Agustus 2011

Pengantar Surat Cilik


Sahabat2 masih ingat dengan bacaan majalah Bobo sewaktu ketika kecil ketika itu kita masih duduk dibangku SD hehehehe..... yaa kalo sekarang masih eksis berlangganan majalah Bobo yaa syukurlah mungkin sudah ada sebagian dari sahabat yang sudah membaca kisah cerpen ini.... mudah2 an yang saya Copas dari majalah Bobo ini bermanfaat buat sahabat2 dan bisa diambil hikmah dari kisah dongeng cerpen ini ^_^

Ilustrasi: blogspot“Nih, surat dari Surabaya!” kata Eko sambil melemparkan sepucuk surat kepada Niken.

Entah sudah berapa pucuk surat yang diterima Niken, sejak photonya tercantum dalam ruang Sahabat Pena tiga minggu yang lalu.

Niken adalah murid kelas VI SD. Ia sekolah siang sedangkan Eko, adiknya kelas III. Eko sendiri sekolah pagi.

Pak pos yang mengantar surat datangnya selalu tengah hari. Karena itu Eko-lah yang selalu menerima surat-surat Niken.

Sebelum menyerahkan surat itu kepada Niken, Eko selalu membaca alamat si pengirim dan tak lupa menghapalnya.

“Mardi Usep, Jambi, Didi Erlangga, Semarang. Wisnu Sanjaya, Jakarta… Kurniawan, Tanjungkarang, Victor Situmorang, Medan. Dan… Agus Yuwono, Surabaya”.

Eko mencoba mengingat-ingat kembali nama-nama pengirim surat itu. “Wah, aku jadi curiga nih! Kok suratnya dari anak lelaki semua?” tanya Eko. Ibu tersenyum mendengar ucapan Eko itu.

“Kenapa?”
“Tidak ada salahnya bukan? Mereka kan ingin bersahabat dengan kakakmu,” jawab Ibu.

“Mungkin mereka tertarik karena melihat foto kak Niken. Kak Niken orangnya cantih sih!” olok Eko. Ibu dan Niken tak dapat menahan tawanya mendengar olok Eko itu.

“Nanti Eko juga kalau sudah jadi anggota Sahabat Pena, pasti banyak menerima surat dari anak perempuan. Sebab, Eko kan tampan,” balas Niken. Eko jadi tersipu malu mendengar ucapan kakaknya itu.

“Ah, kak Niken, sih, bisa saja!” sergahnya.

Ilustrasi: google imageNiken senang sekali membaca surat-surat yang diterimanya dari para sahabat setanah air. Pada umumnya mereka menyatakan diri ingin berkenalan dan bersahabat.

 Tentu saja Niken menerima uluran persahabatan itu. Dan dengan senang hati ia membalas satu persatu surat yang datang. Ibu tak segan-segan mengeluarkan uang membantu Niken membeli perangko.

Ibu menyadari bahwa bersurat-suratan itu banyak sekali manfaatnya. Dengan saling berkirim surat, berarti saling membantu memberikan penjelasan tentang keadaan kota masing-masing.

Saling bertukar pendapat dalam berbagai hal juga secara tidak langsung melatih diri untuk menciptakan tulisan yang indah dan berbahasa sebaik mungkin. Lain halnya pula dengan Eko.

Sekarang ia pun mulai sibuk dengan pekerjaan barunya. Kini, ia jadi pengantar surat cilik. Kerjanya menerima dan memposkan surat-surat Niken.

Walaupun sebenarnya Niken dapat mengantarkan sendiri suratnya ke kantor pos. Apalagi letak kantor pos tidak begitu jauh dari rumahnya.

Tetapi, Eko sendiri telah menawarkan jasa baik untuk jadi pengantar surat kakaknya itu. Tentu saja, Eko meminta imbalan dan Niken sendiri tidak berkeberatan.

Baginya, lebih baik merelakan duapuluh lima rupiah masuk kantong adiknya itu, dari pada harus berpayah-payah jalan kaki ke kantor pos.

Pagi itu kembali Niken menyuruh adiknya itu mengantarkan surat ke kantor pos. Tetapi kali ini Eko menolak.

“Bayar dulu uang jajanku yang kemarin!” pintanya.
“Kemarin kan kuberi uang seratus rupiah. Nah, uang apa lagi?” tanya Niken tak mengerti.

“Tetapi uang seratus rupiah itu kubelikan perangko semua,” jawab Eko.
“Lho, kenapa dibelikan semua? Tujuh puluh lima rupiah saja, kan, cukup?”

Ilustrasi: blogspot“Surat yang kemarin, kan, lebih jauh dari yang biasanya. Yang kemarin itu, kan, untuk ke Irian Jaya,” jawab Eko tidak mau kalah.

Ibu yang sedang menyiapkan sarapan pagi kebetulan mendengar pertengkaran itu.

“Nah, sekarang baru ketahuan. Rupanya selama ini Eko selalu minta upah pada kak Niken, ya?”

“Kalau memang ingin menolong orang. Kerjakanlah dengan setulus hati tanpa mengharapkan sesuatu secara langsung dari orang yang kau tolong itu. Pantas kau begitu rajin mengantarkan surat kakakmu ke kantor pos. Rupanya ada udang di balik batu ya?”, sambung ibu lagi.

Eko jadi terdiam. Ia tidak berani membantah ucapan ibu. Diam-diam ia menyadari kebenaran kata-kata Ibunya itu. Apalagi yang ditolongnya itu adalah Niken, kakaknya sendiri.

“Iya deh! Sekarang Eko tidak mau minta upah lagi. Sini suratnya biar Eko yang antarkan. Sekalian Eko mau beli buku di warung bu Mimin,” kata Eko sambil meraih surat dari tangan Niken dan terus berlari keluar.

Ibu dan Niken memperhatikannya dengan tersenyum gembira.

oleh Syamsul Lesmana Diambil dari Bobo no.4/Th IX 1981

LOWONGAN KERJA ONLINE INPUT DATA
  1.  Kerja System Online
  2.  Penawaran Bonus Gaji Pokok 2 Juta/Bulannya 
  3.  Pekerjaan Hanya Mengumpulkan dan Menginput Data yang disediakan program Secara Online,  Per-Input dapat  komisi  Rp. 10.000, - Bila Sehari Anda Sanggup Menginput 50 Data Maka Gaji  Anda 10RbX50Data=500Rb  Rupiah/Hari. Dalam 1 Bulan   500RbX30Hari=15Juta/Bulan.
  4.  Untuk Semua Golongan Individu Pelajar/Mahasiswa/Karyawan/Siapa saja Yang Memiliki Koneksi  Internet, Dapat  Dikerjakan   dirumah/diwarnet.
  5.  Mendapatkan Gaji 200Rb Didepan Setelah Pendaftaran Untuk Semangat Kerja Pertama Anda.
Cara Pendaftaran : Kirimkan Nama & Alamat Email anda MELALUI WEBSITE dibawah ini

Maka Demo dan Konsep kerjanya selengkapnya langsung kami kirimkan ke alamat web tersebut



Tidak ada komentar:

Posting Komentar