Rabu, 24 Agustus 2011

Cintai Alloh, Cintai Orang tua

Suatu ketika saya menjenguk salah seorang alumni ESQ yang sedang sakit dan masuk ruang ICU di Bandung, Jawa Barat. Dalam perjalanan pulang, saya duduk di depan, samping sopir. Saya lalu mengajak bicara sang sopir, agar ia tidak mengantuk.

Pembicaraan saya awali dengan menanyakan usia, berapa lama bekerja, berapa putranya, dan tinggal di mana. Saat itu obrolan ringan pun terjadi antara saya dan pak sopir. Sekian menit pembicaraan kami kian hangat, di Kilometer 57 dari Bandung arah Jakarta saya bertanya pada pak sopir, “Pak apa yang Bapak inginkan dalam hidup saat ini?” tanya saya.
“Saya ingin kaya pak, supaya saya bisa senang,” jawab sopir tersebut.

Saat itu saya aminkan, sambil saya katakan, “Wah bagus tuh pak, cita-cita Bapak mulia sekali. Kalau Bapak kaya bapak bisa ibadah haji ya pak, bisa mensejahterakan keluarga,” ucap saya. Mendengar ucapan saya, pak sopir menimpali dengan ucapan, "Iya pak."

Kemudian saya kembali bertanya, “Untuk meraih itu Bapak punya caranya tidak pak?”
Sopir: “Nah itu dia pak saya bingung, saya terkadang cuma bisa berkhayal tentang itu semua,” jawabnya dengan nada sedikit putus asa.

Saya katakan kalau saya punya resepnya, “Bapak mau tidak?”
Dengan semangat sang sopir mengatakan, “Oh, mau sekali pak.”
Saya jawab, “Oke, saya akan berikan resepnya pak, ada dua hal, yang pertama cintai Allah dan yang kedua cintai kedua orangtua.”

Sang sopir bertanya, “Kenapa harus cinta sama Allah?”
Jawab saya, “Pak, yang punya langit dan bumi siapa? Yang punya matahari siapa? Yang punya mata kita, hidung kita, telinga kita, tubuh kita, Yang Maha memiliki rezeki siapa? Allah pak. Berarti Allah cinta dan sayang tidak sama kita? Kalau begitu hal yang utama saat kita berdoa pada Allah apa yang kita minta?”

Mendengar jawaban saya, sopir itu termenung. Kemudian ia menjawab, “Ndak tau pak!”
Mendapat jawaban yang bimbang dari si sopir, saya kembali memberi perumpamaan. “Pak, ketika Bapak mencintai seseorang sehingga orang itu cinta pada Bapak, apa yang dia minta Bapak akan kasih atau tidak?”
“Pastilah pak, karena saya cinta,” jawab sopir itu.

Kemudian pertanyaan kembali saya lanjutkan, “Berarti supaya yang punya rezeki mau kasih rezekiNya ke Bapak, apa yang harus Bapak lakukan?”
Dengan nada dan mata berkaca-kaca sopir itu menjawab, “Pak, berarti saya harus mencintaiNya hingga Ia cinta pada saya.”

“Bapak benar,” seloroh saya. “Kalau Bapak mencintai seseorang, apapun yang ia minta pasti akan Bapak kasih. Pak, sekarang jika Allah mencintai Bapak, maka apa yang ada dalam pikiran kita pasti Dia beri pak.”
Sopir: “Astaghfirullah, selama ini saya tidak paham dengan ini pak. Saya hanya datang pada Allah dan minta ini, minta itu padahal saya tak mencintainya. Astagfirullah, saya paham mengapa saya sulit mendapat rezeki.”
Di sela renungan itu kembali saya katakan, “Pak, jika kita cinta Allah maka apapun perintah Allah akan dilakukan sesibuk apapun dan semua pekerjaan akan diniatkan sebagai dzikir tasbihnya pada Allah.”
Mendengar itu, sang sopir menangis sambil berucap, “Astagfirullah maafkan aku ya Allah.”
Sambil menyeka air matanya, ia kembali bertanya, “Pak kenapa orangtua harus dicintai?”
Saat itu saya balik bertanya padanya, “Dulu Bapak lahir dari batu, pohon, tanah, api, atau dari air?”
Sambil tersenyum, sopir menjawab, “Pasti bukanlah pak, saya lahir dari ibu saya.”
Kemudian saya jawab, “Oke, bapak tahu tidak bagaimana susahnya mengurus dan membesarkan kita, penuh pengorbanan yang tak ternilai harganya, tidak ada keluh kesah, karena ibu dan ayah kita sayang serta cinta sama kita. Salah tidak, jika kita mencintai orang yang mencintai kita?”

Sambil termenung dan tiba-tiba desah napas kesadaran terdengar menyeruak di telinga saya, “Duh gusti, hapunten abdi joledar ka sepuh abdi... (Ya Allah maafkan aku tidak peduli pada orangtuaku).”
Kembali kami melanjutkan pembicaraan, dan saya kembali bertanya, “Pak, selama ini Bapak lebih mencintai orangtua atau sebatang rokok? Jika Bapak mencintai orangtua, seberapa sering mengingat dan mendoakan orangtua? Jangan-jangan kita lebih mencintai sebatang rokok daripada orangtua. Sebatang rokok kita ingat setiap saat, tapi orangtua kita hanya diingat saat kita susah.”

Kembali terdengar ucapan istighfar dari sopir tersebut.
Kemudian saya lanjutkan, “Pak, kalau Bapak mau kaya bukan menyembah gunung, batu, dan pohon. Tapi sembahlah Allah dan keramat yang harus didatangi adalah orangtua. Allah berfirman, ridha Allah tergantung ridha orangtua, murka Allah tergantung murka orangtua.”

by: Asep Nurhidayat, trainer ESQ Leadership Center

LOWONGAN KERJA ONLINE INPUT DATA
  1.  Kerja System Online
  2.  Penawaran Bonus Gaji Pokok 2 Juta/Bulannya 
  3.  Pekerjaan Hanya Mengumpulkan dan Menginput Data yang disediakan program Secara Online,  Per-Input dapat  komisi  Rp. 10.000, - Bila Sehari Anda Sanggup Menginput 50 Data Maka Gaji  Anda 10RbX50Data=500Rb  Rupiah/Hari. Dalam 1 Bulan   500RbX30Hari=15Juta/Bulan.
  4.  Untuk Semua Golongan Individu Pelajar/Mahasiswa/Karyawan/Siapa saja Yang Memiliki Koneksi  Internet, Dapat  Dikerjakan   dirumah/diwarnet.
  5.  Mendapatkan Gaji 200Rb Didepan Setelah Pendaftaran Untuk Semangat Kerja Pertama Anda.
Cara Pendaftaran : Kirimkan Nama & Alamat Email anda MELALUI WEBSITE dibawah ini

Maka Demo dan Konsep kerjanya selengkapnya langsung kami kirimkan ke alamat web tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar