Selasa, 11 Oktober 2011

♥♥ ~* Sujud Calon Suami *......~" ♥...♥...


Assalamu'alaikum sahabat, kali ini postingan sebuah cerpen yang disunting dari Majalah ANGGUN, meski agak panjang, moga sahabat sudi tuk membacanya.
Syukron
^_^

Sujud Calon Suami

Ibuku yang duduk disebelah ayah, terlihat beku. Kaku. Dengan muka tertunduk, aku melirik kearah ibu. Aku lihat ibuku mengerdipkan matanya, entah untuk apa. tetapi tak lama kemudian, ayah melepas kacamatanya, dan meletakkan koran diatas meja.

"Sejauh mana kamu mengenal MAs Pras?" tanya ayah, membuatku terperanjak kaget. Mata ayah kulihat seperti berkilau dan membuatku tiba-tiba disergap resah. Ada kemilau warna putih yang terpancar dari kebeningan mata ayah.
"Bisa disebut cukup dekat, yah!" jawabku dg gugup,
"Aku sudah meneganal Mas Pras setengah tahun yg lalu."
"Apa itu bisa menjadi jaminan bagimu, kalau kelak Mas Pras akan menjadi suamimu yg baik dan mampu membimbingmu?" tanya ayah lagi, membuatku teringat dg kedatangan Mas Adi satu tahun yg lalu. Juga Mas Rif stu setengah tahun yg lalu ketika keduanya datang menemui ayah. Sayang, kedua lelaki itu tak beruntung. Entah apa yang jadi pertimbangan ayah untuk calon suamiku, aku tidak tahu! Kedua pemuda itu, gagal meluluhkan hati ayah. Kini, pertanyaan itu kemabali terlontar. Aku tidak tahu, apa yg harus aku katakan pada ayah!

Tapi kali ini, kulihat ada nuansa berbeda diwajah ayah. Ayah tak bermuka durja, bahkan kulihat ada setitik kemilau warna putih yg memancar dari sorot mata lelaki yg menjadi ayahku itu. Dan sorot putih itulah yg telah membuatku sedikit lega lantaran aku memiliki semacam firasat, jika ayah akan menerima kehadiran Mas Pras ditengah-tengah keluarga kami.
"Mas Pras sebenarnya baik, ia juga punya sopan santun dan cerdas," ucap ayah terbata-bata, "Tetapi, ada satu hal yang membuat ayah belum bisa menerima Mas Pras untuk menjadi menantu ayah!"

Bagai disambar petir, keputusan ayah itu, seakan menemlak mukaku. Aku pun terlonjak kaget, sampai-sampai hampir terjatuh. hatiku pedih, seperti ditusuk jarum.
“Apa yang membuat ayah tak bisa menerima Mas Pras?”
“Ada satu kriteria amat penting bagi ayah untuk menentukan calon suami kamu! Terus terang ayah tidak bisa menjelaskan hal itu padamu sekarang!”
“Jika ayah tidak mau menjelaskan, bagaimana mungkin aku akan tahu harapan yg ayah inginkan untuk calon suamiku?”
“Kalau ayah memberitahumu, kamu nanti akan membuat scenario dihadapan ayah. Dan ayah jelas yidak mau hal itu terjadi karena bisa membuka peluang bagi kamu untuk meipu ayah!”

Tak mau membantah, aku bangkit dari kursi, berlari kekamar. Diatas bantal, aku menumpahkan air mataku. Aku kesal karena pertimbangan ayah untuk menerima calon menantu, membuatku tak mengerti. Ayah tak pernah jujur ketika menolak tiga laki-laki yg dating baik0baik menemui ayah.
Dadaku sesak, hatiku bagai diiris sembilu. Aku tak tahu, jawaban apa yg hars aku berikan kepada Mas Pras nanti, kalau aku balik kekota. Padahalm aku sudh berjanji pada Mas Pras untuk membujuk ayah mati-matian. Tapi, usahaku kali ini gagal. Bahkan, ini untuk ketiga kalinya aku gagal membujuk ayah.

Aku mendengar langkah kaki seseorang masuk kekamar. Aku yakin, itu langkah ibuku. Suara langkah kakai yg pelan, tak menimbulkan gaduh. Tapi ada aku tak lagi peduli pada ibu, lantaran ibu tak mau membantuku. Ibu tak berkutik dihadapan ayah.

“Mungkin, mas Pras bukan jodohmu, sabarlah, karena orang yang sabar itu akan mendapatkan sesuatu yg lebih baik!” bujuk ibu seraya membelai lembut kepalaku.

“Aku tidak akan kesal, jika ayah mau jujur. Tapi ayah merahasiakan criteria calon suamiku, bu!” ucapku dg isak tangis, seraya membalikkan badan. Kutatap lekat-lekat wajah ibuku. Aku melihat ada kegetiran yg kutangkap dari sorot mata ibu.
“itulah ayahmu! Kamu harus paham! Ayahmu memnag keras, tetapi sebenarnyaayahmu berbuat terbaik untuk memilih calon suami buatmu..,”
“Bu, apa sebenarnya criteria ayah untuk menentukan calon suamiku?”
Ibu tersenyum, dan kembali membelai kepalaku, “kelak, kamu akan tahu sendiri. Ibu sudah berjanji pada ayahmu untuk tak mengatakannya padamu.”

* * *

Hari ini, tepat hari ke-10 aku tinggal dirumah sejak pulang kekampung. Dua hari yang lalu, seharusnya aku sudah balik ke kota, karena aku telah berjanji pada Mas Pras untuk memberikan jawaban. Tapi keputusan ayah, membuatku tidak berani menjumpai Mas Pras, apalagi berkata jujur. Setiap kali Mas Pras menelponku, aku terpaksa berdusta dg alas an masih membujuk ayah.

Tetapi sampai kapan aku akan ytinggal dirumah dan menghindar dari Mas pras? Aku tidak tahu. Penolakan ayahku terhadap Mas Pras yg telah jauh-jauh dating dari Jakarta ke rumahku, membuatku terguncang, dan tertampar duka. Padahal tidak lama lagi aku akan lulus S2 dan usiaku tidak muda lagi, 28 tahun.

Selama sepuluh hari dirumah, aku hanya diam dikamar. Aku mengunci pintu rapat-rapat, tak pernah keluar, kecuali hanya untuk makan dan mandi. Aku benci ayah, juga ibu lantaran ibu tidak berani membocorkan criteria yg dikehendaki oleh ayah. Berulangkali ibu membujukku untuk segera balik ke kota supaya tesisku cepat selesai. Tapi aku diam, tak member jawaban. Penolakan ayah membuatku marah, dan aku sudah berjanji untuk tak balik ke kampus selama ayah masih bungkam soal criteria calon suamiku. Aku piker, dg cara itu, ayah akan luluh.

Tapi, ayah tetap diam, tak peduli ulahku. Hingga suatu siang, ibu masuk mengetuk pintu kamarku. Semula, aku mengira kedatangan ibu atas suruhan ayah yg mau mengalah dan berdamai. Ternyata, dugaanku itu salah. “Ada temanmu yg dating, apa kamu tak ingin menemuinya?” kata ibu dari balik pintu.
“Siapa namanya, Bu?:

“Mas Luthfi..,” jawab ibu setelah berfikir agak lama, “Apa kamu masih akan tetap mengunci diri dalam kamar dan tak ingin menemuinya?”
”Sebentar lagi, bu. Tolong ibu temui dulu Mas Luthfi, sekitar sepuluh menit lagi aku keruang tamu.”

* * *

“Satu kehormatan, akhirnya Mas Luthfi mampir kerumah,” sambutku saat berada dirtuang tamu. Dan ibu bangkit dari kursim, pergi ke belakang.
“Kebetulan saja, apalagi saya sedang ada acara di Surabaya. Makanya, saya sempatkan mampir. Toh jarak Surabaya dari sini tidak terlalu jauh. Tapi kalau mau jujur sebenarnya saya kesini atas permintan Rini. Semalan dia menelpon saya..,”
Deg! Jantungku hamper copot. Aku tak menduga jika Rini teman sekampus, telah bercerita pada Mas Luthfi. “Pasti Mas Lutfi membawa pesan Rini untuk segera balik ke Jakarta?”
“Tak salah”
“Tapi, aku sudah memutuskan untuk tak balik ,Mas”
Mas Lutfi menarik nafas panjang. Aku tahu, dia tidak akan menyerah untuk terus membujukku. Aku mengenal Mas Lutfi sejak kami lulus S1 dan mas Lutfi telah banyak membantu, mengajariku banyak hal, terutama ilmu agama. Maklu, dia dahulu pernah belajar dipesantren sewaktu masih SMA.
“Mungkin kamu butuh waktu untuk merenung. Tak ada salahnya menenangkan diri dirumah beberapa saat. Tapi, saya tetap memintamu untuk tak keluar kuliah. Jalan panjang yang kamu ukir, jangan sampai berakhir sia-sia hanya karena masalah ini.”
Dari pintu, ayahku yg baru pulang dari masjid menunaikan shalat dhzuhur tiba-tiba muncul.
“Rupanya lagi ada tamu. Kenapa Cuma minuman saja? Sana, siapkan makan siang” pinta ayah seraya memberiku sebuah isyarat.
“Tidak usah repot-repot, pak” kebetulan sya dikejar waktu, pesawat yg saya pesan berangkat jam 5 sore nanti:” jawab Mas Lutfi, seraya menengok jam ditangannya. “Hanya saja, jika tak keberatan, saya bisa numpang shalat dhzuhur disini..,”

* * *

Setumpuk piring yg ada ditanganku hamper jatuh, tak kala aku melintasi ruang shalat hendak menaruh piring dimeja makan. Aku lihat ayah mengendap-endap dari balik korden, mengintip keruang shalat. “Apa yg ayah lakukan disini?”
Ayah tak menjawab, hanya memberisebuah isyarat padaku untuk diam dg mebaruh jari telunjuk dibibirnya. “Sssstt”
Aku melangkah ke ruang makan, memendam penasaran. Apa yg dilakukan ayah sampai harus mengintip Mas lutfi shalat ?

* * *

Tidak lama setelah makan siang, Mas lutfi pulang, ayah dan ibu ikut mengantar Mas Lutfi sampai pintu pagar. Tapi setelah sosok Mas Lutfi menghilang dari pandangan kami, ayah tiba-tiba meggeret tanganku.”Kali ini, pilihanmu tidak salah! Aku merestui Mas Lutfi untuk jadi suamimu!”
“Hhhh?!?” Aku terbengong.
“Kalau bisa, kau minta keluarga Mas Lutfi untuk segera dating kesini”
“Apa yg membuat ayah tiba-tiba memutuskan Mas Lutfi cocok untukku?”
“Dia memenuhi kriteria sebagai calon suamimu. Tadi aku sengaja mengintipnya waktu shalat. Dan saat ia menunaikan shalat, aku melihatnya dg jelas bahwa ia mengerjakan shalat dg benar. Jadi, ia lulus ujuan untuk jadi calon suamimu..,”
“Tapi, ayah..,”
“Tapia pa?!?”
“Mas Lutfi dating kesini hanya sekedar main, tidak lebih dari itu..!”
Ayah terperanjak, kaget. Akmi semua saling lempar pandang. Ibu melirik kea rah ayah. Dan ayah melirik kearah ibu. Aku tersenyum. Tapi ayah dan ibu hanya diam, memandangku dg heran.

* * *
  
LOWONGAN KERJA ONLINE INPUT DATA
  
  1.  Kerja System Online
  2.  Penawaran Bonus Gaji Pokok 2 Juta/Bulannya 
  3.  Pekerjaan Hanya Mengumpulkan dan Menginput Data yang disediakan program Secara Online,  Per-Input dapat  komisi  Rp. 10.000, - Bila Sehari Anda Sanggup Menginput 50 Data Maka Gaji  Anda 10RbX50Data=500Rb  Rupiah/Hari. Dalam 1 Bulan   500RbX30Hari=15Juta/Bulan.
  4.  Untuk Semua Golongan Individu Pelajar/Mahasiswa/Karyawan/Siapa saja Yang Memiliki Koneksi  Internet, Dapat  Dikerjakan   dirumah/diwarnet.
  5.  Mendapatkan Gaji 200Rb Didepan Setelah Pendaftaran Untuk Semangat Kerja Pertama Anda.

Cara Pendaftaran : Kirimkan Nama & Alamat Email anda MELALUI WEBSITE dibawah ini

Maka Demo dan Konsep kerjanya selengkapnya langsung kami kirimkan ke alamat web tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar