Sabtu, 22 Oktober 2011

~ ** MAHKOTA CINTA **~ Novel Episode 6-7

Yuk baca lagi.... Bagi yang belum baca Episode 1 sampai 5 Silakan Buka Page "Strawberry" Ini baca sebelum catatan  Episode 6-7 ^_^

Episode 6.....

Tak terasa Zul telah melewati satu semester. Selama itu ia seperti tidak mengenal siang dan malam. Hariharinya ia lewati dengan bekerja dan belajar. Bekerja dan belajar. Ia tampak lebih kurus dari hari pertama saat ia tiba di Malaysia. Hidup setengah tahun lebih bersama Yahya membuatnya lebih banyak tahu tentang ajar an agamanya. Ia yang selama ini tidak mendapat pengajaran agama secara mendalam, banyak mendapat masukan-masukan tentang keindahan Islam. Sedikit demi sedikit Yahya memberikan pencerahan, tanpa terasa.

Tidak ada waktu khusus mengaji pada Yahya. Cukuplah interaksi harian menjadi tempatnya menimba ilmu.

Malam itu Kuala Lumpur hujan deras. Zul bangun dan shalat Tahajjud. Di keheningan malam itu ia memuhasabahi dirinya sendiri. Ia merenungi perjalanan hidupnya selama ini. Banyak sekali tingkah lakunya yang jauh dari perilaku yang dibenarkan oleh agama. Ia jadi teringat masa SMA-nya dulu. Ia pernah pacaran dengan anak SMA tetangga desa. Ia pacaran diam-diam. Pakdenya, yang menjadi pengasuhnya, tidak pernah tahu. Ia pernah pergi dengan pacamya itu malam mingguan di Simpang Lima Semarang. 

Dan astaghfirullah ia bergandeng tangan dan duduk berpelukan mesra dengan pacarnya itu sambil nonton ramainya kawasan Simpang Lima. Ia putus dengan pacarnya, setelah lulus SMA. Pacarnya itu dikawinkan paksa oleh orangtuanya. Dan ia tidak memberitahukan hal itu kepadanya. Tahu-tahu ia mendapat kabar pacarnya sudah kawin dan hidup bersama suaminya di luar Jawa. Ia sempat sakit hati. Lalu saat kuliah di IKIP ia sempat pacaran lagi. Hanya bertahan dua bulan. Ia putuskan pacarnya itu setelah ia tahu pacarnya itu temyata punya pacar selain dia. Ia sakit hati.

Setelah itu ia tidak pernah pacaran lagi. Dua kali ia dikhianati perempuan, dan baginya itu cukup. Ia tak mau lagi.

Ia bersyukur kepada Allah yang menjaganya, hanya dua kali saja pacaran. Dan tidak sampai melakukan yang lebih dari sekadar bergandeng tangan dan berpelukan. Ia tidak bisa membayangkan jika Allah tidak menjaganya. Mungkin ia telah berbuat maksiat yang lebih besar lagi madharatnya.

Dari Yahya ia tahu bahwa tidak halal menyentuh tubuh perempuan yang bukan mahramnya. Tidak halal berasyik-masyuk dengan perempuan yang bukan isterinya. Pacaran adalah cara setan menggiring umat manusia agar jatuh pada perbuatan nista yang dikutuk semua agama, yaitu zina. Banyak orang melakukan pacaran yang—karena masih disayang Allah—diselamatkan oleh Allah dari dosa besar itu. Namun tidak terhitung jumlahnya manusia yang melakukan pacaran dan akhirnya jatuh ke lembah nista itu, yaitu melakukan perzinahan berulang-ulang kali.

Zul jadi merinding mengingat hal itu. Berulang-ulang kali ia mengucapkan istighfar. Ia membayangkan seperti apa besar dosanya. Berapa kali ia bermesraan danberpelukan dengan perempuan yang tidak halal baginya.

"Astaghfirullahal adhim. Ya Allah ampuni dosadosaku. Ampuni kebodohanku. Ampuni perbuatanperbuatan jahiliyahku."

Ia menangis bila mengingat yang terjadi pada teman satu kelasnya di SMA. Dua sejoli si Fulan dan si Fulanah. Mereka berpacaran dan kebablasan. Si Fulanah hamil.

Keduanya mengakui perbuatan keji itu pada pihak sekolah. Akhirnya keduanya dinikahkan oleh keluarga mereka. Dan tepat satu minggu sebelum ujian akhir keduanya dikeluarkan dari sekolah. Sebelum pergi ke Jakarta ia mendengar kabar keduanya cerai. Lebih menyedihkan lagi si Fulanah kabarnya bekerja di Sunan Kuning10 dan si Fulan dipenjara karena terlibat curanmor. 10 Sunan Kuning adalah nama sebuah lokalisasi di Kota Semarang, lebih dikenal dengan singkatan SK.

Jika Allah tidak mengasihinya, bisa jadi nasibnya lebih buruk dari si Fulan dan si Fulanah. Sebab saat ia pacaran ia nyaris pernah melakukan perbuatan yang dilarang itu dengan pacarnya. Zul kembali menangis mengingat hal itu,

"Ya Allah kalau tidak Kauselamatkan diriku. Akan jadi apakah diriku ini? Akan jadi budak setankah? Akan jadi makhluk yang durhaka kepada-Mu kah? Ya Allah,

terima kasih ya Allah telah menyelamatkan diriku. Ya Allah aku ingin hidup lurus di jalan-Mu. Ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu. Limpahkanlah hidayah-Mu dan jagalah diriku dari perbuatan maksiat dengan penjagaan- Mu yang tidak pernah luput sekejap pun juga."

Di akhir muhasabahnya ia teringat kebersamaannya dengan Man dan teman-temannya. Juga perjumpaannya dengan Linda. Ia mohon ampun kepada Allah jika ada perbuatannya yang dosa, juga memintakan ampun kepada Allah untuk Mari, Iin, Sumi dan Linda. Walau bagaimanapun Mari telah memberikan pertolongan padanya.

Pagi harinya entah kenapa ia merasa ingin bersilaturrahmi ke rumah Mari di Subang Jaya. Beberapa kali ia menepis keinginan itu. Ia katakan pada dirinya bahwa besok-besok masih ada waktu untuk mengambil barangbarangnya.

Namun keinginannya untuk pergi ke rumah Mari entah kenapa terus mendesaknya.

Pada akhirnya ia tetap merasa harus bersilaturrahmi hari itu dan pagi itu juga. Ya, bersilaturrahmi sekadarnya saja. Sambil mengambil barang-barangnya yang masih tertinggal di sana. Ia belum mengucapkan terima kasih secara langsung pada Mari. Selain itu ia masih memegang kunci rumah itu. Ia benar-benar lupa kalau memegang kunci milik Linda. Ia harus mengembalikan kunci itu segera.

Pagi itu tepat jam delapan, setelah sarapan roti canai ia langsung ke stasiun KTM. Ia tidak membawa apa-apa.

Kecuali tas cangklong hitamnya. Ia bahkan tidak memakai sepatu, hanya memakai sandal jepit hitam. Dari stasiun Pantai Dalam ia ke KL Sentral. Lalu dari KL Sentral ia naik bus ke Subang Jaya. Di tengah perjalanan ketika bus baru keluar dari KL Sentral hujan turun dengan deras.

Bus tetap melaju dengan tenang. Zul menikmati indahnya kota Kuala Lumpur dalam siraman air hujan. Air mengalir dengan teratur ke selokan-selokan yang diatur rapi. Paru-paru kota yang ada di hampir setiap sudut kota menyerap air hujan dengan segera. Tak ada banjir tak ada air menggenang. Zul boleh salut pada tata kota Kuala Lumpur. Bus melaju dengan kecepatan sedang dan sampai di Subang Jaya pukul sepuluh siang.

Zul turun dari bus. Hujan masih turun rintik-rintik. Ia menutup kepalanya dengan tas hitamnya. Iaberjalan sambil mengingat-ingat jalan menuju rumah Mari. Sambil berjalan ia meraba saku celananya untuk meyakinkan bahwa kunci yang dulu dipinjamkan oleh Linda telah terbawa. Ia meraba dan menemukannya. Ia melangkah dengan cepat. Ia telah memasuki kawasan Taman Subang Permai. Ia ingat jalan depan belok kanan.

Rumah keempat dari ujung jalan itulah rumah Mari.
Tiba-tiba hatinya berdegup kencang. Ia teringat Linda. Yang ada di rumah itu pada waktu siang biasanya adalah Linda. Yang lain pergi kerja. Dan hujan-hujan begini ia akan mengetuk rumah itu dan bertemu Linda. Yang bisa jadi ia akan mengenakan pakaian yang tidak menjaga susila seperti dulu lagi. Ia jadi ragu. Antara meneruskan langkah atau pulang. Sementara rinai hujan masih terus turun. Akhirnya ia nekat tetap maju meneruskan langkah. Niatnya adalah mengembalikan kunci, mengambil barang-barangnya, dan menyampaikan rasa terima kasih. Bukan yang lain. Ia meniatkan diri untuk tidak lama di rumah itu. Mungkin cuma dua atau tiga menit saja. Ia bisa beralasan sibuk pada Linda. Sejurus kemudian Zul sudah sampai di depan rumah Mari. Ada mobil Proton Saga berwarna merah hati di depan gerbang. Pintu besi rumah itu terbuka. Namun pintu kayunya tertutup rapat. Artinya ada orang di dalam.

Tiba-tiba ia mendengar suara barang dibanting.
Seperti piring. Hujan kembali turun semakin lebat. Ia mempercepat langkah menuju teras. Bersama suara guntur yang menggelegar ia mendengar suara perempuan menjerit-jerit minta tolong dari dalam rumah. Ia kaget. Spontan ia lari ke pintu. Ia menggedor-gedor pintu. Pintu terkunci.
Ia ingat, bahwa ia membawa kunci rumah itu. Suara perempuan dari dalam rumah kembali menjerit-jerit minta tolong.

"Toloong, tolooong! Jangan! Jangan!"

Halilintar kembali menyambar. Ia menyangka suara itu adalah suara Linda yang mungkin hendak dianiaya oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Walaupun ia tidak suka dengan perbuatan dan cara berpikir Linda, tapi ia merasa perempuan itu tetap harus ditolong. la membuka pintu.

Dan...

Alangkah terkejutnya ia. Di ruang tamu itu ia melihat Mari tengah bergelut melawan seorang lelaki gundul bertubuh besar yang hendak merogolnya.11 Mari merontaronta sekuat-kuatnya. Kedua kakinya menendangnendang.
Pakaiannya bagian atas tidak sempurna lagi menutupi tubuhnya. 

Ia melihat Mari mati-matian mempertahankan celana jeansnya yang hendak dilepas paksa. Melihat kemungkaran itu emosi Zul tidak tertahankan lagi. Darahnya mendidih. Ia langsung membentak dengan sekeras-kerasnya,

"Hai bajingan! Berhenti kau! Kurang ajar!"

Bersama dengan meluncurnya bentakan keras dari mulutnya ia langsung melompat menendang lelaki itu, tepat saat lelaki itu kaget dan menoleh ke arahnya.

Tendangan itu mengenai muka lelaki gundul itu. Tepat di hidungnya. Tak ayal tubuh lelaki gundul itu terpelanting dari atas tubuh Mari. Mari langsung bangkit dan lari ke pojok ruangan sambil mendekap tubuhnya yang gemetar ketakutan.

"Bangsat! Siapa kau berani mencampuri urusanku!"

Lelaki itu berdiri dengan amarah memuncak di ubunubunnya. Ia memegangi hidungnya yang terasa sakit. Zul tidak gentar. Ia pernah dikeroyok oleh preman Pulo Gadung dan tidak mat! meskipun saat itu tidak bisa dikatakan ia menang atau kalah. Yang jelas ia tidak mati.

Zul balik menggertak,
"Justru seharusnya aku yang harus bertanya. Siapa kau bajingan berani kurang ajar sama kakakku!"

"Apa? Mari itu kakakmu! Dasar penjahat. Rupanya kau ya yang membawa lari Mari kemari. Ketahuilah aku adalah Warkum, suami Mari yang sah. Aku ingin membawa dia kembali ke rumahku!"

"Dasar bajingan iblis! Kau bukan suamiku lagi! Aku tidak sudi melihatmu apalagi kembali padamu!"

"Tutup mulutmu perempuan sundal! Mau tidak mau kau tetap isteriku! Dan kau kucing alas, jangan ikut campur urusan rumah tangga orang lain ya! Atau...."

"Atau apa? Aku sudah tahu semuanya. Kau dan Mari
tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kau boleh bawa Mari ke mana saja asal bisa melangkahi mayatku!"

"Kurang ajar!"

Lelaki botak itu mengayunkan pukulan tangannya dengan sekuat tenaga. Jika pukulan itu mengenai dada Zul, bisa jadi dada yang tipis itu akan rontok. Tapi Zul yang sudah pernah belajar karate saat kuliah dan pernah berkelahi dengan preman dengan tenang mengelit sambil menyarangkan tendangan ke perut Warkum. Warkum terhuyung. Emosinya semakin menghebat.

"Setan alas!"

Ia langsung mengambil kursi plastik dan mengayunkan ke kepala Zul. Zul menghindar. Warkum terus memburu. Satu sabetan Warkum mengenai pelipis Zul.

Langsung berdarah.

Di pojok ruangan Mari menjerit histeris. Zul berusaha tetap tenang. Ia mencopot sandalnya yang ia rasa mengganggu gerakannya. Ia mencari peluang untuk menyarangkan serangan yang telak. Warkum terus memburunya dengan ganas. Melihat darah mengalir di pelipis Zul, semangat Warkum untuk membunuh semakin membara. Pada saat Warkum merasa bisa menghantam Zul dengan kursi plastiknya ia langsung mengerahkan segenap tenaganya.

Sabetan itu sangat keras. Pada saat menyabet kaki Warkum tidak kokoh menapak di bumi. Dengan gesit Zul mengelak dengan menjatuhkan diri ke lantai. Lalu ia melakukan tendangan memutar sekeras-kerasnya ke arah kemaluan Warkum. Tendangan itu sangat cepat dan keras. Tendangan itu yang tak lain adalah jurus buaya mengibaskan ekor yang pernah ia pelajari dari Mbah Tarmidi yang dikenal sebagai guru silat di desanya.
Kekuatan yang digunakan menyerang dalam tendangan itu adalah kekuatan putaran kaki dan senjata untuk melakukan serangan adalah kerasnya tumit kaki.

Tendangan Zul sangat akurat.

Akibatnya...
"Plakk!"

Tendangan Zul tepat mengenai sasaran. Tumitnya menghantam kemaluan Warkum dengan sekeraskerasnya.

Warkum langsung terjengkang dan mengerang kesakitan. Kursi plastik itu terlepas dari tangan Warkum. Zul tidak mau membuang kesempatan. Ia langsung menyarangkan tendangan keras ke rahang Warkum. Warkum kembali mengaduh.' Ia berusaha bangkit. Namun Zul langsung memukulnya dengan kursi kayu sekeras-kerasnya. Warkum mengerang sambil mengucapkan kata-kata kotor. Zul melihat televisi yang telah hancur. la angkat televisi itu dan ia tumpukkan ke muka Warkum. Muka itu langsung luka dan berdarah.

Seketika itu Warkum mengaum minta ampun.

"Sudan aku mengaku kalah! Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Tolong maafkan aku!" teriak Warkum sambil memegangi kemaluannya.
Zul melihat ke arah Mari.

"Mbak mau memaafkan dia?" tanya Zul.

Mari menggelengkan kepala.

Zul melangkah ke kamar Mari yang terduduk gemetar di pojok ruangan. Ia pernah melihat ada palu di bawah meja rias. Jika tidak dipindah palu itu pasti masih ada di sana. Dan benar palu itu masih ada di sana. Zul langsung memungutnya. Sementara Mari masih mematung di pojok ruang tamu. Warkum berusaha bangkit. Pada saat ia mau bangkit Zul telah kembali ke ruang itu dan langsung menendang kepala Warkum yang gundul itu sekeras-kerasnya. Warkum langsung mengaduh,

"Ampun tolong. Aku mengaku kalah! Biar aku pergi! Ampuni aku!"
Kini tangan kanan Zul memegang palu erat-erat.

"Bagaimana Mbak Mari, mau mengampuni penjahat ini?"

Mari menggelengkan kepala. Begitu melihat Mari menggelengkan kepala, Zul langsung memukulkan palu yang ada di tangan kanannya itu ke jari kaki kanan Warkum sekeraskerasnya. Zul memukulnya dengan cepat tiga kali berturut-turut. Warkum merasakan tulang jari kakinya remuk. Ia menjerit sekuat-kuatnya minta ampun.

"Bagaimana Mbak Mari mau memberi ampun?" tanya Zul.
Mari diam saja. Warkum memandang Zul yang saat itu berwajah sangat dingin. Ia berusaha menyeret tubuhnya ke belakang.

"Berhenti di tempat! Atau aku pukul gundulmu sampai pecah. Aku tahu kau bajingan dan punya anak buah banyak. Tapi kau harus tahu aku ini tahu bagaimana cara memecah dan meremuk tulang kepala seorang penjahat seperti kamu. Tahu!" Zul membentak,
Warkum seketika diam tak berani bergerak. Ia sudah benar-benar tidak berdaya.

"Bagaimana Mbak Mari, mau mengampuni penjahat ini?" Zul kembali bertanya pada Mari.

Mari kembali menggelengkan kepala. Zul langsung mendekati Warkum. Warkum mengaduh minta ampun.

"Letakkan tangan kananmu di lantai!" Perintah Zul. Warkum malah menggenggam tangan kanannya dan tangan kirinya seolah-olah hendak melindunginya.

"Dengar, sekali lagi letakkan tangan kananmu di lantai atau aku akan menghancurkan kemaluanmu dan kau akan mampus saat ini juga!" Gertak Zul dengan muka merah padam. Warkum yang tak punya nyali itu dengan tubuh gemetar meletakkan tangan kanannya di lantai.

"Hmm itu ya tangan yang selama ini digunakan untuk menjahati dan menodai kaum perempuan. Baik nihrasakan!"

Zul memukulkan palunya ke jari-jari Warkum dengan keras beberapa kali. Warkum merasakan sakit luar biasa. Sampai ia tidak bisa lagi menjerit.

"Ini pertanyaan saya terakhir, Mbak Mari mau mengampuni penjahat ini? Jika tidak palu ini akan mengeluarkan otak penjahat ini dari batok kepalanya. Biar dia mampus di sini dan tidak akan mengganggu Mbak Mari lagi!"

Mendengar kata-kata itu Warkum kembali memohon ampun. Warkum melihat bahwa ancaman Zul bukan gertak sambal saja. Ia melihat pemuda kurus yang menghajarnya ini punya nyali yang luar biasa dan jika nekat matanya seolah buta.

"Mari, to... tolong maafkan aku! Aku tak ingin mari.

A... aku khilaf. A... aku janji tidak akan mengganggumu

lagi dan tidak akan menampakkan wajah di hadapanmu lagi!" Kata Warkum mengiba dengan suara terbata-bata. "Bagaimana Mbak Mari? Ini pertanyaan saya terakhir!" tanya Zul dengan wajah dingin.
Mari bangkit dan melangkah lalu meludahi Warkum.

"Saat ini aku belum bisa memaafkan dia Zul. Tapi biarkan dia pergi. Biarkan dia hidup. Jika kau bunuh dia nanti urusannya panjang!"
"Aku tahu dunia preman. Urusannya tidak akan panjang Mbak. Kalau mau biar kubereskan dia. Sampah seperti dia inilah yang merusak kesucian anak gadis di mana-mana. Dia tak pantas hidup!"

"Biarkan dia pergi Zul!"
"Baik Mbak."
Warkum langsung berkata,
"Te... terima kasih Mari!"

"Hei, cepat pergi. Sebelum aku berubah pikiran! Ingat, hari ini kau berhutang nyawa pada Mbak Mari. Sebab jika tidak karena dia menyuruh membiarkanmu pergi, gundulmu itu pasti sudah hancur! Cepat pergi!" Bentak Zul dengan mata dipelototkan.

Dengan susah payah Warkum bangkit. Zul mengambil kain penutup meja dan melempar ke muka Warkum.

"Hei, usap lukamu dengan ini!"

Warkum berdiri. Ia mengusap darah yang mengalir dimukanya. Juga darah yang keluar dari jari-jari tangan kanannya yang hancur. Dengan langkah pincang tertatihtatih ia berjalan keluar rumah. Di luar hujan tinggal menyisakan gerimis. Zul mengikuti sampai di pintu. Ia mengamati Warkum dengan pandangan dingin. Susah payah Warkum masuk ke dalam mobilnya. Ia lalu menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan rumah itu. Begitu deru mobil itu tidak terdengar lagi Zul masuk dan langsung duduk di sofa.
Mari langsung menghambur bersimpuh menangis di kaki Zul. Mari menangis terisak-isak mengucapkan rasa terima kasih dengan terbata-bata. Zul terpana sesaat seakan hilang kesadaran. Ia mematung tak tahu harus berbuat apa menerima luapan keharuan Mari yang ditumpahkan sepenuhnya kepadanya. Beberapa saat kemudian kesadarannya pulih kembali.

"Mbak Mari sudahlah. Tolong Mbak bangkit ke kamar dan merapikan pakaian Mbak!" Ucap Zul pelan.
Mari menghentikan isakannya. la melihat tubuhnya sendiri. Barulah ia menyadari ada bagian tubuhnya yang seharusnya tertutupi tapi tidak tertutupi. Baju yang seharusnya menutupi aurat itu sobek. Dan penutup aurat di bawah baju telah putus dan tidak lagi menempel di badannya. Ia tidak menyadari hal itu sebelumnya karena ketegangan dan ketakutan luar biasa.

Begitu sadar muka dan perasaannya berubah seketika, dari haru menjadi malu. Mari langsung melindungi bagian itu dengan menutupkan bajunya yang sobek, lalu menyilangkan kedua tangannya ke dada. Kemudian ia bangkit dan bergegas ke kamarnya. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, menunjukkan bahwa ia malu luar biasa.

Zul menarik nafas dalam-dalam. Ia memejamkan kedua matanya. Punggungnya ia sandarkan sepenuhnya ke sofa. Ia tak membayangkan akan pernah berkelahi dengan penjahat yang hendak memperkosa seorang wanita seperti yang baru saja terjadi. Ia jadi teringat keinginannya yang sangat kuat untuk pergi ke rumah ini. Keinginan yang tidak bisa ditepisnya sama sekali.

Rupanya ia harus datang untuk membela orang yang pernah berbuat baik padanya.

* * *

episode ….7

Zul menarik nafas dalam-dalam. Ia masih memejamkan kedua matanya sambil menyandarkan punggungnya ke sofa. Inilah untuk kedua kalinya ia bertarung dengan penjahat. Dan kali ini ia menang. Ia merasa puas karena bisa memberi ganjaran setimpal pada penjahat berkepala gundul itu.
Mari masih berada di dalam kamarnya. Zul kembali menarik nafas. Tiba-tiba ia merasa ada yang mengalir di ujung mata kanan turun ke pipi. Ia raba. Darah. Darah itu mengalir dari pelipisnya yang luka. Namun ia yakin luka itu tidak parah. Paling hanya sobek beberapa senti saja. Ia merasa itu hanya luka kecil yang dalam beberapa hari akan sembuh.
Mari keluar dari kamarnya dengan wajah yang lebih cerah. Pakaiannya rapi. Blues merah muda lengan panjang dengan bawahan celana kulot merah marun. Jika diperhatikan dengan sedikit serius penampilannya tampak anggun. Ia menggelung rambutnya dengan sederhana. Sehingga tidak lagi awut-awutan. Tampaknya ia telah membasuh mukanya, dan telah berusaha menghapus bekas-bekas tangis dari wajahnya. Meskipun tidak benar-benar berhasil.

Zul masih memejamkan mata sehingga tidak menyadari ketika Mari keluar dari kamarnya dan memandangnya beberapa saat lamanya. Posisi Zul membelakangi pintu kamar Mari. Sehingga Mari tidak melihat Zul dari depan. Mari mendekat. Dan ketika melihat wajah Zul ia kaget.
"Zul, kau luka Zul! Kau berdarah Zul, ya Allah ya Rabbi!" Ucap Mari setengah berteriak.

Zul mengerjapkan matanya. Dan langsung menyahut,
"Ah tidak apa-apa kok Mbak. Cuma luka kecil saja."
"Tapi darahnya sampai mengalir ke dagu begitu. Harus segera diusap dan dibersihkan. Sebentar Zul."
Mari kembali ke kamarnya. Ia mengambil kapas dan obat merah.
"Sini Zul biar aku bersihkan dan aku obati!" Kata Mari lagi sambil membawa kapas dan obat merah.

"Tidak usah Mbak. Sini kapas dan obat merahnya biar aku obati sendiri. Sekalian aku mau ke kamar kecil."
Sergah Zul.

Mau tidak mau Mari menyerahkan kapas dan obat merah pada Zul. Saat itu Mari ingin sekali mengusapkan dan membersihkan darah orang yang telah membela kehormatannya. Ia rasanya ingin langsung membalas segala kebaikan Zul. Mari memandangi Zul yang melangkah ke kamar kecil dengan pandangan yang susah untuk diartikan. Pandangan merasa berhutang budi, sayang, kagum, kasihan, juga cinta.
Zul mengusap lukanya dengan kapas. Lalu membasuh dengan air. Darah dari lukanya mulai berhenti.

Setelah mengeringkan lukanya itu dengan kapas, ia mengobatinya dengan obat merah. Setelah itu ia keluar. Mari menunggunya di sofa. Ia duduk tak jauh dari Mari.
"Harus bagaimana aku berterima kasih padamu Zul?" Mari mengawali pembicaraan.

"Tak perlu berterima kasih pada saya Mbak. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Itulah kewajiban manusia jika melihat kemungkaran."

Tiba-tiba Mari terisak-isak,

"Kau telah menyelamatkan kehormatanku Zul. Kalau tadi tidak ada kau, entah apa jadinya diriku saat ini. Mungkin aku telah bunuh diri Zul!"

"Berterima kasihlah pada Allah Mbak. Allahlah yang menggerakkan kedua kaki saya untuk bertandang ke sini pagi ini."

Mari sepertinya tidak mendengar kalimat yang diucapkan Zul. la menundukkan mata dan larut dalam tangisnya. Dadanya dipenuhi rasa haru dan rasa syukur yang membuncah-buncah. Beberapa saat lamanya hanya isak tangis Mari yang terdengar. Zul hanya bisa diam di tempatnya.

"Terima kasih Zul, kau telah menyelamatkan kehormatan dan kesucianku. Kehormatan yang selama ini aku jaga mati-matian. Tanpa kehormatan itu aku merasa akan hidup sia-sia. Aku sangat berhutang budi padamu."
Mari kembali mengucapkan rasa terima kasih dengan sepenuh jiwanya pada Zul. Zul bisa merasakan itu. la hanya bisa menjawab pelan,

"Ingatlah Allah Mbak. Berterima kasihlah pada Allah."

"Iya Zul, iya. Allah masih menyayangiku Zul. Allah masih menyayangiku."

"Iya Allah masih menyayangi Mbak. Dan semoga terus menyayangi Mbak."

"Allahlah yang mengatur kau datang tepat pada wakrunya."

"Iya Allahlah pengatur kehidupan ini Mbak."

"Aku tak pernah menyangka penjahat itu bisa datang ke rumah ini. Sungguh aku sama sekali tidak menyangka."

Guman Mari sambil mengangkat muka dan menghapus airmatanya.
"Bagaimana ceritanya, semua ini bisa terjadi Mbak.
Dan Mbak kok di rumah? Apa Mbak sedang libur?"

"Begini lho Zul ceritanya. Sebenarnya aku tidak libur. Pagi ini aku mencuci sampai jam delapan. Aku mau berangkat kerja jam sembilan. Teman-teman sudah berangkat pukul setengah delapan. Kira-kira jam sembilan kurang seperempat aku sudah siap untuk berangkat. Tiba-tiba hujan turun deras sekali. Aku mencari-cari payung tidak ada. Aku baru ingat kalau payungku dipinjam sama temanku yang tinggal di Kelana Jaya. Akhirnya aku telpon ke kantor tempat aku kerja untuk dijemput. Ternyata tidak ada mobil yang nganggur. Semuanya sedang dipakai. Tapi pihak kantor juga bilang, jika ada mobil nganggur akan segera "Karena hujan sangat deras, aku diminta tetap di rumah saja. Jika terpaksa tidak ada mobil, aku diberi ijin untuk datang setelah Zuhur. Bahkan boleh libur.

Akhirnya aku santai di ruang tamu ini dengan tetap memakai pakaian yang biasa aku gunakan kerja. Pukul sepuluh kurang sepuluh menit aku mendengar mobil menderu. Lalu orang mengetuk pintu. Aku tidak curiga sedikit pun. Kukira itu adalah orang kantor yang datang menjemputku.

"Tanpa curiga, aku langsung membuka pinta lebarlebar. Alangkah terkejutnya diriku ternyata yang datang adalah si Warkum. Aku hendak menutup pintu kembali, tapi sudah terlambat. la berhasil menerobos masuk bahkan langsung mengunci pintu itu. Lalu ia memintaku untuk menuruti keinginan nafsunya. Jelas aku menolak. Aku lebih baik mati daripada menyerahkan kehormatanku padanya. Ia kalap. Amarahnya memuncak. Pandanganya buas bagaikan serigala liar yang kelaparan. la berusaha memangsaku. Aku terus melawan sekuat tenaga. Aku berusaha mempertahankan kehormatanku sekuat tenaga. Prinsipku lebih baik mati daripada diperkosa.

"Aku terus melawan. Namun aku adalah seorang perempuan, tenagaku tak sebanding dengan tenaganya.

Kekuatanku tak mampu menandingi kekuatannya. Aku nyaris tidakberdaya karena kehabisan tenaga. Dan dia nyaris mendapatkan apa yang diinginkannya. Tiba-tiba kau datang.

"Kau datang dan membuat bajingan itu terpelanting. Awalnya aku kira kau adalah malaikat utusan Tuhan yang menyambar penjahat itu dengan cemeti mahasaktinya. Malaikat yang diturunkan Tuhan karena rintihan doaku di saat paling kritis. Malaikat dalam arti sebenarnya. Ternyata bukan, yang datang bukan malaikat tapi manusia. Mahakuasa Allah."

Mari kembali terisak-isak.

Zul diam mematung di tempatnya.

"Dik bagaimana ceritanya kok kau bisa kemari pagi ini dan bagaimana kau bisa membuka pintu itu? Dengan apa kau membukanya?"

Zul menarik nafas, lalu dengan tenang menceritakan kronologisnya bisa sampai di rumah itu. Tentang keinginannya untuk datang ke rumah itu. Keinginan yang muncul tiba-tiba pagi itu dan seolah tidak bisa ditolaknya. la juga bercerita tentang kunci Linda yang masih di tangannya.

Mari mendengarkan cerita Zul dengan seksama dan dengan mata berkaca-kaca. la merasakan kasih sayang yang dicurahkan oleh Allah kepadanya.
"Siapakah yang menghadirkan keinginan untuk datang kemari itu kalau bukan Allah Mbak? Dan siapakah yang menghadirkan keberanian dalam dada ini untuk bertarung dengan penjahat itu kalau bukan Allah? Dan siapa yang menolong saya memenangkan pertarungan tadi kalau bukan Allah?"
Airmata Mari kembali meleleh.

Zul diam. Sesaat lamanya ruangan itu diselimuti kesunyian.

"Tetapi Zul, walau bagaimana pun aku sangat berhutang budi padamu Zul. Bagaimana aku harus membalasnya?" Lirih Mari seraya mengangkat muka memandang wajah Zul. Zul memandang ke arah Mari, lalu menarik pandangannya ke lantai.

"Sudahlah Mbak. Aku merasa tidak berbuat apa-apa selainmelakukan kewajibanku sebagai seorang manusia yang melihat kezaliman di depan mata. Mbak jangan mengatakan hal seperti itu lagi."
"Kau harus tahu sesuatu Zul. Agar kau tahu betapa aku sangat berhutang padamu."

"Sesuatu itu apa Mbak?"

"Si W tadi itu, ia datang mengatakan ingin meminta haknya sebagai seorang suami. Haknya yang katanya belum pernah aku berikan padanya setelah dia menikahi aku dan membayar mas kawin padaku."

"Aku tidak paham maksudnya Mbak."

"Maaf, biar aku perjelas. Pada hari aku menikah dengannya itu, aku sedang datang bulan. Jadi ia tidak menjamah kesucianku. Biasanya aku datang bulan lebih satu minggu. Lha seminggu kemudian, artinya seminggu setelah akad nikah ia pergi ke Jakarta, dan saat itu aku masih dalam kondisi datang bulan. Jadi ia sama sekali belum menjamah kesucianku.

"Seperti yang dulu pernah kuceritakan kepadamu. Kalau tidak salah aku pernah cerita padamu Zul. Dia pergi ke Jakarta dengan alasan bisnis. Ternyata beberapa hari kemudian ia tertangkap dalam kondisi over dosis di sebuah hotel. Ia masuk penjara. Dan aku kemudian tahu semua kejahatannya. Saat itu aku mengajukan gugatan cerai.
Tak bisa ditawar lagi, karena aku tidak mau punya suami seorang penjahat yang kejahatannya benar-benar telah melampaui batas. Jadi meskipun aku telah menikah sejatinya kesucianku belum pernah dijamah oleh suamiku. Dan sampai hari ini mahkota kesucianku belum tersentuh oleh siapapun. Statusku memang janda, tapi kesucianku masih utuh. Sumpah demi Allah, Zat Yang Mahatahu. "Kau harus tahu Zul, selama ini betapa mati-matian aku menjaga mahkota ini. Betapa mati-matian aku menjaga iman ini. Godaan, bujuk rayu datang setiap saat. Alhamdulillah aku kuat. Tiba-tiba si W itu datang mau merenggut mahkota itu. Dan mahkota kesucian yang lebih berharga dari nyawaku sendiri itu nyaris ternistakan, kalau saja kau tidak datang. Inilah Zul sesungguhnya yang aku alami. Inilah Zul yang kau harus tahu, kau telah menyelamatkan kesucianku, kegadisanku. Aku benar-benar berhutang padamu."

Mendengar cerita Mari, hati Zul bergetar.

Tanpa ia sadari airmatanya meleleh. Ada rasa kebahagiaan yang sangat halus yang menyusup begitu saja ke dalam hatinya. Rasa bahagia sekaligus rasa bangga karena ia bisa menyelamatkan kesucian seorang wanita. Ia berharap apa yang dilakukannya itu dinilai ibadah oleh Allah. Dan apa yang dilakukannya itu bisa menghapuskan dosa-dosanya saat ia masih remaja dulu. Ia kembali teringat saat SMA, saat ia pacaran dengan gadis tetangga desa. Saat itu ia nyaris melakukan perbuatan yang menistakan kesucian gadis itu. Untunglah saat itu tidak terjadi, karena terhalang oleh keadaan yang tidak memungkinkan. Ia meneteskan airmata, bersyukur kepada Allah, bahwa kesucian dirinya pun masih belum ternista.

"Mintalah apa saja padaku Zul, selama itu tidak dosa dan aku mampu aku akan memenuhinya." Ucap Mari dengan suara jelas tanpa isak tangis.
'Aku tidak minta apa-apa Mbak. Cukuplah Mbak terus menjaga diri Mbak, kesucian Mbak, dan Mbak terus mendekatkan diri kepada Allah serta berusaha menjadi wanita salehah selamanya, itu akan membuat apa yang aku lakukan hari ini bermakna dan tidak sia-sia."

"Baik Zul, aku akan berusaha sebisanya. O ya sampai lupa, aku buatkan minuman ya? Mau minum apa Zul?"

"M...tidak usah repot-repot Mbak."

'Ah tidak repot kok Zul."

Zul melihat jam di dinding. Ia merasa sudah terlalu lama di rumah itu. Ia teringat bahwa ia harus ke kampus. Ada janji dengan seorang teman. la bangkit dan memanggil Mari yang sudah melangkah ke dapur.

"Mbak Mari!"

"Ya." Mari menghentikan langkah dan menoleh.

"Tak usah bikin minum Mbak. Saya harus pamitan. Saya ada janji dengan seorang teman habis Zuhur."

"Tidak bisa ditunda barang satu dua menit Zul."
"Maaf Mbak. Saya benar-benar harus pamit. O ya saya hampir lupa saya mau mengambil barang-barang saya. Dan ini kuncinya Linda."

"Ya sudah kalau begitu. Sebentar saya ambilkan barang-barangmu."
Mari masuk ke dalam dan mengeluarkan barangbarang milik Zul dari kamarnya.
"Ini kan Zul? Ada yang lain?"
"Tidak Mbak, itu saja."

Zul mengambil tas jinjing yang berisi kekayaan pribadinya yang sebenarnya jika dilihat tidaklah terlalu berharga. Hanya beberapa pakaian, handuk, dan mushaf kecil Al-Quran pemberian Pak Hasan.

"Aku tidak akan pernah melupakan jasamu ini Zul."

"Ah Mbak, kok bicara seperti itu lagi. Sudah lupakan saja Mbak, anggap saja saya tidak pernah berjasa apaapa pada Mbak. Baik, saya pamit dulu ya Mbak. Jaga diri baik-baik."

Zul melangkah keluar rumah. Mari mengikuti sampai pintu. Ketika Zul sampai di gerbang, Mari memanggil namanya.

"Zul!"

Zul menghentikan langkah dan menoleh ke bela kang. Mari memandanginya lekat-lekat. Zul meman dang Mari. Wajah Mari tampak pucat dan sayu. 

"Ya ada apa Mbak?"

Mari ingin mengatakan sesuatu tapi ia urungkan. la lalu pura-pura bertanya,
"M..m...kau ada nomor hp Zul?"

"Pakai nomor teman saya yang dulu saya gunakan SMS Mbak saja. Masih tersimpan kan?"

"Ya baik. Masih tersimpan."

"Ada yang lain Mbak?"

"Zul, aku takut."

"Takut apa? Takut kalau dia datang lagi?"

"Iya."

"Percayalah padaku Mbak, dia tidak akan berani datang lagi. Dia sudah kapok! Dia menganggap aku ini juga preman seperti dia. Jari-jari tangan kanan dan kaki kanannya sudah hancur! Kalau pun berniat datang mungkin satu bulan lagi, setelah ia sembuh dari lukanya."

"Tapi aku kuatir dia punya teman."

"Dan dia juga anggapan aku punya teman banyak. Mbak tidak usah kuatirlah. Kalau Mbak kuatir, kunci rumah baik-baik. Dan siapkan nomor telpon polisi. Atau Mbak pindah saja dulu ke rumah teman yang aman. Maaf Mbak ya saya buru-buru."

"Iya Zul, terima kasih ya."

"Ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Mari berdiri memandangi Zul sampai hilang dari pandangan. Setelah itu ia memandang ke arah langit yang mulai terang. Hujan telah reda. Gerimis pun sudah tiada. Mendung mulai pudar. Dan matahari seolah ingin menyibak awan. Mari berulang kali memuji kekuasaan Tuhan. Ia lalu masuk rumah. Menutup pintu dengan rapat. Sayup-sayup, dari surau lirih terdengar suara azan

* * ********

Nantikan selanjutnya di Episode 7-8 Sesaat lagi…
  
LOWONGAN KERJA ONLINE INPUT DATA
 
  1. Kerja System Online
  2. Penawaran Bonus Gaji Pokok 2 Juta/Bulannya
  3. Pekerjaan Hanya Mengumpulkan dan Menginput Data yang disediakan program Secara Online, Per-Input dapat komisi Rp. 10.000, - Bila Sehari Anda Sanggup Menginput 50 Data Maka Gaji Anda 10RbX50Data=500Rb Rupiah/Hari. Dalam 1 Bulan 500RbX30Hari=15Juta/Bulan.
  4. Untuk Semua Golongan Individu Pelajar/Mahasiswa/Karyawan/Siapa saja Yang Memiliki Koneksi Internet, Dapat Dikerjakan dirumah/diwarnet.
  5. Mendapatkan Gaji 200Rb Didepan Setelah Pendaftaran Untuk Semangat Kerja Pertama Anda.
Cara Pendaftaran : Kirimkan Nama & Alamat Email anda MELALUI WEBSITE dibawah ini
Maka Demo dan Konsep kerjanya selengkapnya langsung kami kirimkan ke alamat web tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar