Indahnya andai tergolong dalam golongan ini..
Pada pagi itu, seperti mana pagi-pagi yang lain, aku menyambut kedatangan tamu tetapku.
"Assalamualaikum", seru Subuh.
"Wa'alaikumsalam", sahutku.
Dan kami terus berpelukan, tanda rindu serta kasih sayang.
Ku tanya khabar Subuh, bagaimana keadaannya mengembara dari satu tempat ke satu tempat.
"Tadi..", kata Subuh dengan sayu, "... aku baru saja melintasi satu tempat. Kucari tempat persinggahan, ku ketuk rumah-rumah yang sunyi, tapi tak satu pun yang tiada mau menerimaku sebagai tetamu." Dan airmata Subuh pun berlinangan.
"Subuh,tidak usahlah kau pedulikan mereka, bukankah aku menyambutmu dengan penuh rasa kegembiraan?"
Subuh mengangkat mukanya seolah-olah teringat sesuatu.
"Oh ya, tadi aku berlalu di suatu tempat yang tanahnya di sebalik sungai. Orang-orangnya sepertimu, menyambutku dengan penuh kesukaan, menjamuku dengan berbagai hidangan yang lazat serta menggiurkan. Hidangan yang paling ku suka adalah buah Tahajjud, puas kucari dibumi lain, tapi jarang kujumpa. Di situ aku meratah buah Tahajjud dengan puas serta leka".
Dan Subuh merenung mataku mengharapkan sesuatu.
Aku pahami maksud Subuh. "Maaf Subuh, aku tiada menanam pohon Al-Lail, jadi aku tidak dapat menghidangkanmu dengan buah yang kau sukai. Tapi aku ada Roti Shiyam",cadangku pada Subuh.
Subuh menolak dengan hormat. "Roti itu ada tuan punyanya", kata Subuh. "Adakah kau mau manisan Zikir?" rayuku pada Subuh.
"Baiklah, ambilkan aku sedikit, serta bawakan aku segelas Air Mata Tangisan", pinta Subuh.
Aku agak sugul, bagaimana harusku beritahu pada Subuh, yang Mata Air Tangisan sudah hampir kekeringan akibat kemarau Maksiat yang berpanjangan? Namun, aku tetap menjenguk ke dalam Perigi yang memuatkan Mata Air tersebut. Aku terkejut. Perigi tersebut hampir separuh penuh! ya. Dan aku berdetik didalam hati, adakah ini tanda kemarau akan berakhir? Tanpa berlengah lagi kubawa Air tersebut pada Subuh, tetamu yang kusanjungi, dan kusuakan manisan yang dipintanya.
Selesai menjamah kesemuanya, Subuh pun melirikkan sebuah senyuman. "Subuh ..", seruku, ".... maukah kau tinggal selamanya denganku?
Aku memerlukan teman dalam kesunyian. Akan kulayan kau dengan sebaiknya, wahai Subuh".
Subuh tersenyum lagi menandakan permintaanku tidak akan terpenuhi.
"Aku perlu menziarahi ramai orang, dan ramai lagi yang memerlukan kehadiranku untuk mengobati rindu mereka, sepertimana aku menguliti mimpimu".
Dan aku akur dengan penjelasan Subuh.
"Subuh",... seruku lagi bila melihat Subuh bersiap untuk pergi,
"Sudikah kau menziarahiku lagi esok hari?"
"InsyaAllah", jawab Subuh,
"... bukankah aku kekasih yang kau rindui?" Subuh berangkat dengan lambat tetapi tetap.
"Assalamualaikum", seru Subuh.
"Waalaikumsalam", jawabku kembali. Dan mataku terus meniti langkah Subuh, yang semakin laju dengan setiap langkah. Dan akhirnya Subuh hilang dari pandangan.
Terlintas dipikiran ini apalah agaknya keluh kesah dari dhuhur, Asar, Magrib dan Isyak? Namun Jawabannya? tersirat dalam diri kita sendiri.
"sesungguhnya, apa yang baik itu datangNya dari Allah.. dan yang tak baik itu adalah kelemahan diri kita sendiri.."
"Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan Menyukai Kelembutan Di seluruh Permasalahan" (Riwayat Bukhari & Muslim)
BISNIS ONLINE Terpercaya dan Menguntungkan JIKA BERMINAT SILAKAN KLIK BANNER GAMBAR Dibawah ini dan Masukan NAMA dan EMAIL anda di subcriser nanti untuk bisa melihat-lihat Info bisnis Ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar